Page 10 - RD YOS SOMAR DIDIK
P. 10

PENDIDIKAN  DI  SEKOLAH.

        II    Banyak  negara  Asia  Selatan,  sesudah  kemerdekaannya,
        meng-'copy'  begitu  saja  sistem  pendidikan  dari  negara-negara
        Barat:  me-rekrut  golongan  pribumi,  terutama  golongan  atas
        ke  pos-pos  administratif.

        Sampai  dengan  tahun  1966,  belum  ada  pembaharuan  berarti
        di  bidang  pendidikan.
        Disana-sini  ada  sedikit  perubahan  konsepsional  dan  teknik
        pelaksanaannya,  namun  keadaan  pendidikan  berjalan  tersendat-
        sendat,  mengikuti  jalur  santai.
        Orang  masih  menganut  paham:  "biarkan  keadaan  berjalan  sendiri
        tanpa  paksaan,  sebagaimana  juga  dunia  berputar  sendiri".
        Hambatan  utama  yang  menghalangi  perubahan  ialah  adanya
        stratifikasi  sosial-ekonomi  yang  non-egalitarian  dan  tidak
        meratanya  distribusi  kekuasaan.

        Sementara  itu,  di  jenjang  pendidikan  tertier,  ada  semacam
         'kegilaan  untuk  lulus  ujian'  dan  'kelaparan  akan  status'.
        Di  jenjang  pendidikan  sekunder  dan  primer  terdapat  kekaburan
        mengenai  penarikan  iuran  sekolah.
        Ada  yang  berpendapat  agar  iuran  sekolah  tetap  berlaku;
        ada  pula  yang  mempertimbangkan  penurunan  atau  penghapusannya,
        mengingat  kondisi  sosial-ekonomi  para  siswa.
        Inspeksi  dan  kontrol  yang  merupakan  tanggungjawab  pemerintah,
        sangat  langka  dilaksanakan.
        Inilah  cermin  dari  jalur-santai  tadi.
        II    Target  pendidikan  di  negara-negara  Asia  Selatan  sesudah
        kemerdekaannya  ialah  pemberantasan  buta-aksara  total,
        dengan  maksud  meningkatkan  jumlah  anak  masuk  SD.
        UUD  India  1950,  mengharuskan  10  tahun  wajib  sekolah  dengan
        catatan  pendidikan  gratis  bagi  anak-anak  sampai  usia  14  tahun.
        Pemerintah  Indonesia  mengharuskan  anak-anak  masuk  SD  sejak  1951.
        Dengan  munculnya  'Karachi  Plan'  1959,  diputuskan  oleh  menteri-
        menteri  pendidikan/kebudayaan  yang  menjadi  anggota  UNESCO,
        bahwa  harus  ada  7  tahun  wajib  belajar  untuk  semua  anak  dan
        uang  sekolah  harus  gratis.

        Semua  target  ini  sempat  tak-terjangkau  karena  faktor  kemiskinan
        dan  peledakan  penduduk  di  sektor  anak  usia  sekolah.
        Selain  itu,  tak-ada  konsep  pendidikan  yang  jelas  dan  sarana
        (gedung  sekolah,  buku-pelajaran,  bahan-kertas,  guru)
        tak-memadai.     11




                                            10
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15